Kamis, 30 Agustus 2018

Bangga

Korea adalah Pendosa Jerman
Sutejo

Aku sangat bangga. Korea adalah mimpi tentang Indonesiaku. Bangsa berharga diri sangat tinggi. Aku jadi ingat cerita seorang kawan guru saya --Maman S Mahayana, "Jangan malas seperti bangsa Jepang!" Itulah kalimat kalimat yang menghancurkan pikiranku beberapa tahun lalu. Pendidikan keluarga itu akar nasionalisme yang paling kokoh. Tersebab, Jepang adalah pekerja keras, yang pernah melukai Korea dalam sejarah. Mereka seratus persen sadar: negara miskin bisa berubah jika berharga diri.

Jerman menangis histeris. Tak ada yang meramal juara bertahan tersingkir dari fase grup, bahkan menghuni dasar grup. Bagi bangsa besar, seperti Jerman, sungguh itu memalukan. Pulangnya Jerman dengan menunduk dan banjir airmata, pulangnya Korea dengan kepala Tegak dan bangga. "Terima kasih Korea, kau telah ajarkan kepada kami tentang harga diri. Tentang kemungkinan. Tentang kerja keras. Dan, tentang seribu ajaran luhur dari sebuah permainan bola."
Dua gol di injuri time adalah puncak magis nasionalisme itu. Pompa mental dari pelatih Korea untuk mengubah 1 persen menjadi 99 persen nyata. Permainan mengurung Jerman, menguasai mental permainan, kepercayaan diri tinggi dilawan dengan mental yang sama. 90 menit waktu keindahan permainan menyerang Jerman dikubur dengan dua gol sederhana dan indah Korea. Korea mengirimkan keranda dan pendosa untuk mengirimkan isyarat "kematian". Aku bangga Korea.
Meksiko bersyukur menghuni runner up grup atas ulur tangan Korea. Supporter merayakan di kedutaann Korea dengan teriakan suci: "Korea adalah saudaraku!" Perusahaan penerbangan Meksiko langsung memberikan diskon tiket pesawat 20 persen ke Korea. Sebuah pelajaran tentang sepak bola kehidupan yang mencengangkan.
Korea seperti bilang kepada Jepang, "Kau boleh melangkah ke 16 besar Pildun tetapi akulah penakluk juara bertahan itu. Sekali permainanku melawan Jerman lebih indah dari pertandingan-pertandingan yang kau jalani!" Terima kasih Korea. Pelajaran terindah dari Pildun 2018 Rusia.
09.12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

Afifah W. Zhafira Afifah Wahda Tyas Pramudita Andry Deblenk Anugerah Ronggowarsito Apresiasi Prosa (Mencari Nilai. Memahami Fiksi) Apresiasi Puisi (Memahami Isi Mengolah Hati) Berita Budaya Cara Mudah PTK (Mencari Akar Sukses Belajar) Catatan Cerpen Cover Buku Djoko Saryono Esai Filsafat Ilmu Gatra Gerakan Literasi Nasional Gufron Ali Ibrahim Happy Susanto Inspiring Writer (Rahasia Sukses Para Penulis Inspirasi untuk Calon Penulis) Jurnalistik 2 (Kiat Menulis Resensi. Feature dan Komoditas Lainnya) Jurnalistik Plus 1 (Kiat Merentas Media dengan Ceria) Kajian Prosa (Kiat Menyisir Dunia Prosa) Kajian Puisi (Teori dan Aplikasinya) Karya Darma Kasnadi Kliping Kompas Literasi Literasi Budaya Majalah Dinamika PGRI Makam Sunan Drajat Masuki M. Astro Memasak Menemukan Profesi dengan Mahir Berbahasa Menulis Kreatif (Kiat Cepat Menulis Puisi dan Cerpen) Merdeka Mesin Ketik Metafora Kemahiran Menulis Nur Wachid Nurel Javissyarqi Obrolan Orasi Ilmiah Ponorogo Pos Prof Dr Soediro Satoto Puisi Radar Madiun Resensi S. Tedjo Kusumo SMA 1 Badegan Ponorogo STKIP PGRI Ponorogo Sajak Sapta Arif Nurwahyudin Sekolah Literasi Gratis Senarai Motivasi Senarai Pemikiran Sutejo (Menyisir Untaian Kata. Menemukan Dawai Makna) Seputar Ponorogo Sidik Sunaryo Soediro Satoto Solopos Sosiologi Sastra (Menguak Dimensionalitas Sosial dalam Sastra) Spectrum Center Stilistika (Teori. Aplikasi dan Alternatif Pembelajarannya) Suara Karya Sugiyanto Sujarwoko Sumarlam SuperCamp HMP 2017 Surabaya Post Surya Sutejo Suwardi Endraswara Swadesi Teknik Kreativitas Pembelajaran Tengsoe Tjahjono Tri Andhi S Wisata Workshop Entrepreneurship Workshop Essay Budaya

Sutejo, Sang Motivator

Maman S Mahayana, Sutejo, Kasnadi di Jakarta

Sutejo & Hamsad Rangkuti di Jakarta

Sutejo dan Danarto di Jakarta

Maman S Mahayana di STKIP PGRI Ponorogo