Korea adalah Pendosa Jerman
Sutejo
Aku sangat bangga. Korea adalah mimpi tentang Indonesiaku. Bangsa berharga diri sangat tinggi. Aku jadi ingat cerita seorang kawan guru saya --Maman S Mahayana, "Jangan malas seperti bangsa Jepang!" Itulah kalimat kalimat yang menghancurkan pikiranku beberapa tahun lalu. Pendidikan keluarga itu akar nasionalisme yang paling kokoh. Tersebab, Jepang adalah pekerja keras, yang pernah melukai Korea dalam sejarah. Mereka seratus persen sadar: negara miskin bisa berubah jika berharga diri.
Jerman menangis histeris. Tak ada yang meramal juara bertahan tersingkir dari fase grup, bahkan menghuni dasar grup. Bagi bangsa besar, seperti Jerman, sungguh itu memalukan. Pulangnya Jerman dengan menunduk dan banjir airmata, pulangnya Korea dengan kepala Tegak dan bangga. "Terima kasih Korea, kau telah ajarkan kepada kami tentang harga diri. Tentang kemungkinan. Tentang kerja keras. Dan, tentang seribu ajaran luhur dari sebuah permainan bola."
Dua gol di injuri time adalah puncak magis nasionalisme itu. Pompa mental dari pelatih Korea untuk mengubah 1 persen menjadi 99 persen nyata. Permainan mengurung Jerman, menguasai mental permainan, kepercayaan diri tinggi dilawan dengan mental yang sama. 90 menit waktu keindahan permainan menyerang Jerman dikubur dengan dua gol sederhana dan indah Korea. Korea mengirimkan keranda dan pendosa untuk mengirimkan isyarat "kematian". Aku bangga Korea.
Meksiko bersyukur menghuni runner up grup atas ulur tangan Korea. Supporter merayakan di kedutaann Korea dengan teriakan suci: "Korea adalah saudaraku!" Perusahaan penerbangan Meksiko langsung memberikan diskon tiket pesawat 20 persen ke Korea. Sebuah pelajaran tentang sepak bola kehidupan yang mencengangkan.
Korea seperti bilang kepada Jepang, "Kau boleh melangkah ke 16 besar Pildun tetapi akulah penakluk juara bertahan itu. Sekali permainanku melawan Jerman lebih indah dari pertandingan-pertandingan yang kau jalani!" Terima kasih Korea. Pelajaran terindah dari Pildun 2018 Rusia.
09.12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar