Sutejo
Menempuh jalan kembali secara simbolik itu mudah, gampang, simpel dan logis. Idul fitri adalah metafora perjalanan kembali ke fitrah kesucian kita.
Seorang pendosa, misalnya, untuk kembali wajib "menghentikan" sebelum memasuki lorong-lorong suci. Lorong suci itu terang tetapi menyilaukan. Hem.
Aku jadi teringat cerita seorang wartawan, yang mengisahkan pertemuannya dengan seorang Kiai di sebuah kota --hampir di ujung Jawa Timur--. Pertemuan yang mengharukan karena beliau mempertanyakan perbuatan baiknya kepada Tuhan, tersebab satu-satunya anak gadisnya, terjatuh dalam peluk pendosa. Astaghfirullah. Begitulah Tuhan jika menulis kisah.
Kembali itu jalan indah. Memasalahkan orang tua, misalnya, bukanlah hal terbaik. Pun, mengutuk masa lalu, bukanlah kearifan. Memaafkannya adalah pintu terbesar dengan "jalan membenci" yang indah. Istikomah melihat jalan kembali, melangkah, adalah sebuah keniscayaan.
Kembali ke fitrah adalah impian semua orang. Kita bersama. Mari menata hati, meluruskan niat, dan berjuang untuk menempuhnya. "Tuhan kuatkan kami (kita), lindungan kami (kita), jangan aruskan di samudera lepas kealpaan. Jika di pantai saja, Tuhan, rasanya kami (kita) masih ...
16.30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar