Kamis, 28 Maret 2013

MATA HATI

Sutejo
Seputar Ponorogo

Mata hati. Jika mata Anda terbuka, maka mata hati akan tertutup. Tetapi, jika mata Anda tertutup, maka hati Anda akan terbuka. Tidak percaya, rasakan energi alamnya (yang tak pernah berubah itu) ketika sepi malam, ketika hening, ketika sendiri, --dan tentu ketika mata Anda terpejam— maka sungguh Ajaib!

Visualisasikan apa yang terjadi pada Anda dengan keenam indera (mata, dengar, penciuman, taktil, gerak, dan indera keenam (hati))! Kita sering hanya  menggunakan salah satu indera saja.

Bukankah hati tak pernah menipu begitulah ada ungkapan yang mengingatkan kita. Seringkali orang kemudian mengatakan, “Mata hatiku melihat...”, “Kata hatiku mengatakan...”, “Jendela hatiku terbuka untuk...” Wah, indahkan? Alangkah indahnya ketika hal ini kita budayakan dalam kehidupan kita. Artinya, kita tidak menutup-nutupi kata hati, tidak membutakan mata hati, dan tidak menutup jendela hati. Mengapa? Hati itu sebentuk rumah keindahan yang tak tercitrakan. Rumah energi positif –yang tentu memang bisa berubah wujud—dalam praktiknya. Bukankah dalam fisika kita kenal hukum kekekalan energi? Bukankah yang berubah hanyalah wujudnya. Energi hati dengan sendirinya adalah kekal.

Karena hati adalah radar kejujuran. Karena hati adalah motor kebaikan. Ia akan menggetarkan ketika menemukan apapun yang menyentuh nilai kemanusiaan kita. Mereka akan mengalirkan energi positif ketika kita butuhkan. Ia akan membisikkan kebeningan ketika keganjilan tiba. Ia akan sentuhkan kesadaran ketika pintu alpa tiba. Untuk ini hati adalah ukuran. Hati adalah barometer. Bagaimana merawat barometer ini biar tetap jernih?

Secara psikologis memang hati cermin kepekaan jiwa yang tanpa prasangka. Ia akan senantiasa mengetuk ketika kita lupa. Kita akan senantiasa tersadar dalam pilar lupa. Jiwa manusia yang kering sekalipun, hati mereka pasti berkata jujur, bahwa kepedulian atas sesama adalah kodrat. Khianat dan fitnah atas orang lain adalah dosa. Cakra hati akan mengingatkan bahwa karma negatif akan menjadi hukum keseimbangan alam yang tidak pernah lekang. Ia siap tiba kala kelayakan yang bersangkutan untuk disangkurkan.

Secara sosiologis, hati adalah jangkar sosial. Jangkar emosi yang memiliki gerak keseimbangan alam. Kata arif, hati adalah penimbang, bandul kehidupan yang harus terus diberatkan. Jika tidak ia akan terbeli oleh hal lahiriah, hal semu yang seringkali menipu. Bagaimana efek sosialnya? Jika hati tidak tersentuh oleh realita sosial maka dapat dibayangkan dampaknya secara sosial. Mungkin orang lain akan mengatakan kita asosial. Bahkan, tidak bermoral. Untuk ini hati-hatilah dengan kata hati. Jangan pernah dipungkiri. Jika dipungkiri ia akan menjadi bawah sadar yang suatu waktu menggerakkan menjadi aib bagi diri kita.

Hati akan menjadi jendela ketika kedengkian lahir menjadi panglima. Hati tidak pernah tertutup, dan karena itu, wajar ia dapat melihat apapun dengan bening mata. Karena mata hati juga tidak pernah tertutup, maka hati-hati dengan bahasa kata yang menutupi hati. Karena kata hati tidak pernah berbohong, maka hati-hati jangan berbohong jika kita tidak akan tertanam dalam khilaf berkepanjangan.

Hati karena itu ibarat tanaman suci. Ia bening. Daunnya hijau penuh keteduhan. Rantingnya kokoh dan bersahabat. Hati, akarnya kokoh tak tertandingi. Buahnya indah tak terlukiskan. Maka hati-hati jangan membohongi hati.

Hati seperti sebuah purnama yang setiap saat bercahaya. Masalahnya adalah mengapa sebagian orang menutupi kata hati? Biasanya, sifat manusia adalah khilaf dan iri. Bisa jadi hati kecil mereka mengakui tetapi jika itu diucapkan akan mengurangi harga diri (menurut pikirannya). Tetapi sesungguhnya jika hati dan kata bisa bertali akan menjadi kekayaan yang luar biasa. Bayangkanlah sekarang: andaikan pejabat dan birokrat kita tidak menutup mata hatinya, tidak menutup jendela hatinya, dan tidak menulikan telinga hatinya. Wah, mereka dapat dipastikan akan berjuang seperti pahlawan tempo dulu untuk membela rakyat. Tidak saja dalam retorika tetapi dalam laku dan gerak hati. Bisa jadi mereka tidak akan nyenyak dalam tidurnya karena melihat dengan mata telanjang kerumitan yang diderita rakyatnya.

Bagaimana dengan kita? Mari kita rawat suara hati, kita tata bisikan hati, kita kenang jendela hati. Sebuah rumah keindahan itu lambat laun akan tercipta. Rumah hati dengan perabot yang mempesona siapa pun tamu yang mengunjunginya.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

Afifah W. Zhafira Afifah Wahda Tyas Pramudita Andry Deblenk Anugerah Ronggowarsito Apresiasi Prosa (Mencari Nilai. Memahami Fiksi) Apresiasi Puisi (Memahami Isi Mengolah Hati) Berita Budaya Cara Mudah PTK (Mencari Akar Sukses Belajar) Catatan Cerpen Cover Buku Djoko Saryono Esai Filsafat Ilmu Gatra Gerakan Literasi Nasional Gufron Ali Ibrahim Happy Susanto Inspiring Writer (Rahasia Sukses Para Penulis Inspirasi untuk Calon Penulis) Jurnalistik 2 (Kiat Menulis Resensi. Feature dan Komoditas Lainnya) Jurnalistik Plus 1 (Kiat Merentas Media dengan Ceria) Kajian Prosa (Kiat Menyisir Dunia Prosa) Kajian Puisi (Teori dan Aplikasinya) Karya Darma Kasnadi Kliping Kompas Literasi Literasi Budaya Majalah Dinamika PGRI Makam Sunan Drajat Masuki M. Astro Memasak Menemukan Profesi dengan Mahir Berbahasa Menulis Kreatif (Kiat Cepat Menulis Puisi dan Cerpen) Merdeka Mesin Ketik Metafora Kemahiran Menulis Nur Wachid Nurel Javissyarqi Obrolan Orasi Ilmiah Ponorogo Pos Prof Dr Soediro Satoto Puisi Radar Madiun Resensi S. Tedjo Kusumo Sajak Sapta Arif Nurwahyudin Sekolah Literasi Gratis Senarai Motivasi Senarai Pemikiran Sutejo (Menyisir Untaian Kata. Menemukan Dawai Makna) Seputar Ponorogo Sidik Sunaryo SMA 1 Badegan Ponorogo Soediro Satoto Solopos Sosiologi Sastra (Menguak Dimensionalitas Sosial dalam Sastra) Spectrum Center Stilistika (Teori. Aplikasi dan Alternatif Pembelajarannya) STKIP PGRI Ponorogo Suara Karya Sugiyanto Sujarwoko Sumarlam SuperCamp HMP 2017 Surabaya Post Surya Sutejo Suwardi Endraswara Swadesi Teknik Kreativitas Pembelajaran Tengsoe Tjahjono Tri Andhi S Wisata Workshop Entrepreneurship Workshop Essay Budaya

Sutejo, Sang Motivator

Maman S Mahayana, Sutejo, Kasnadi di Jakarta

Sutejo & Hamsad Rangkuti di Jakarta

Sutejo dan Danarto di Jakarta

Maman S Mahayana di STKIP PGRI Ponorogo