Sutejo *
Radar Madiun, 4 Nov 2000
Pelaksanaan program otonomi daerah tak dapat ditunda lagi. Menurut
rencana akan mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2001. Hal ini
sesuai dengan amanat Ketetapan (TAP) IV/MPR/2000, tentang Rekomendasi
Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. UU No. 2 tahun 1999
tentang Otonomi Daerah. Dalam salah satu
pasalnya, dikemukakan bahwa bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan
oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, meliputi pekerjaan umum,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri
dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan,
koperasi, dan tenaga kerja (pasal 11). Pada tulisan ini, akan dikaji
satu poin saja dari “kewajiban” daerah dalam melaksanakan otonomi, yakni
otonomisasi pendidikan. Sudah siapkah daerah Dati II melaksanakannya?
Sementara, waktu pengguliran operasionalisasi otda sendiri kurang lebih
tinggal dua bulan.
Ini berarti, menjadi isyarat penting akan pelimpahan kewenangan
pemerintah pusat ke daerah kabupaten. Mampukah daerah mengemban tanggung
jawab ini? Jawaban atas pertanyaan ini bisa beragam. Tergantung pada
“kaya miskin” nya suatu daerah, kesiapan profesionalisme SDM-nya,
perangkat organisasinya, badan eksekutif dan legislatifnya, sampai
kepada manajemen daerah sendiri dalam mengoperasionalisasi otonomi
daerah.
Pelaksanaan otonomisasi pendidikan, dalam isyarat pasal di atas,
menjadi tanggung jawab daerah. Bukan lagi pemerintah pusat, tetapi
sepenuhnya sudah menjadi wewenang daerah. Baik itu perencanaan
pendidikan, pelaksanaannya, pengawasan, dan pelaksanaan evaluasi
pendidikan. Kewenangan itu, jika menengok Penjabaran Depdiknas tentang
kewenangan Dati II dalam pelaksanaan otonomi pendidikan, mencakup 33
jenis kewenangan di bidang pendidikan jalur sekolah dan 20 jenis
kewenangan lainnya di jalur luar sekolah.
Kalau selama ini, sistem pelaksanaan pendidikan nasional yang
bersifat sentralistis dinilai tidak “memberdayakan” daerah, maka dengan
nuansa desentralisasi pendidikan diharapkan mampu mendongkrak kualitas
SDM kita. Jika menengok daya saing SDM kita, sebagaimana dilaporkan oleh
UNDP tentang Human Development Indeks (HDI), maka sampailah kita pada
ironi yang tajam tentang relitas hasil pendidikan selama ini. Pada tahun
2000 ini, kita terjatuh pada peringkat ke-109 dari 174 negara. Sebelum
itu, tahun 1996 kita menduduki urutan ke-102, tahun 1997 dan 1998
menduduki peringkat ke-99, dan tahun 1999 menduduki peringkat ke-105.
Peringkat SDM Indonesia ini, jauh di bawah negara-negara tetangga macam
Malaysia yang di urutan ke-53, Thailand di urutan ke-52, Brunei di
urutan ke-36, dan Singapura di urutan ke-34. Sedangkan, Jepang sebagai
negara termaju di Asia menduduki urutan ke-4 di antara 174 negara
tersebut.
Hasil laporan lain, tampaknya juga tidak menggembirakan. Sebagaimana dilaporkan The World Economic Forum (Jalaluddin
Rakhmad, 1997:376) dikemukakan bahwa daya saing SDM kita memang
memprihatinkan. Selama tiga tahun berturut-turut terus mengalami
kemerosotan: di tahun 1994 kita menduduki peringkat ke-31 dari 43
negara, tahun 1995 kita turun pada urutan ke-33 dari 48 negara, dan pada
tahun 1996 kita jatuh lagi pada urutan ke-41 dari 46 negara.
Permasalahannya, mampukah desentralisasi pendidikan mendongkrak daya
saing SDM Indonesia nantinya? Adakah instrumen otonomisasi pendidikan
telah memadahi? Problema apakah yang muncul ketika operasionalisasi
otonomi pendidikan dilaksanakan begitu cepat? Sejauh manakah kewenangan
daerah dalam melaksanakan otonomi pendidikan? Kecemasan dan solusi
apakah yang penting dilakukan dalam mempersiapkan desentralisasi
pendidikan yang sebentar lagi digulirkan?
Instrumen Pelaksanaan Otonomisasi
Menurut Inspektur Jenderal Departemen Pendidikan Nasional, Muljani A.
Nurhadi, pada pelaksanaan otonomisasi pendidikan, nantinya di daerah
tingkat II akan didirikan Dewan Sekolah. Yang akan memperoleh mandat dan
kekuasaan penuh dalam menangani persoalan-persoalan pendidikan di
daerah. Dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan,
sampai dengan evaluasi pelaksanaannya. Konon, keanggotaan Dewan Sekolah
ini, akan terdiri dari tokoh-tokoh pendidikan setempat, baik guru, orang
tua siswa, dan tokoh masyarakat; termasuk di dalamnya adalah pemerintah
Dati II itu sendiri. Persoalannya, sudah siapkah daerah dengan
“instrumen” yang satu ini. Di sebagian daerah sudah, tetapi di daerah
lain ternyata banyak yang “belum sadar” akan kewenangan yang luas dan
“berat” ini. Padahal dari 319 Dati II yang ada di Indonesia, tercatat
hanya tujuh daerah yang siap membiayai kebutuhannya sendiri.
Dalam rangka pelaksanaan otonomisasi daerah ini, pemerintah pusat
telah melengkapi instrumen formal berupa Peraturan Pemerintah (PP) No.
25 tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi
sebagai Daerah Otonom, tertanggal 6 Mei 2000 dan PP No. 84 tahun 2000
tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah tanggal 25 September 2000.
Di samping dua instrumen di atas, pemerintah pusat melalui Mendagri dan
Otonomi Daerah juga telah menerbitkan dua surat edaran: I. Surat Edaran
Nomor 118/1379/PUMDA tanggal 5 September 2000 tentang Rencana Kerja
Percepatan Implementasi UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999, dan II. Surat
Edaran No. 118/1500/PUMDA tanggal 22 September 2000 tentang penataan
kewenangan dan kelembagaan.
Instrumen otda inilah, yang menjadi dasar dan pijakan utama dalam
pelaksanaan percepatan otonomisasi daerah. Termasuk di dalamnya, tentu
otonomisasi pendidikan. Khusus berkaitan dengan otonomisasi pendidikan,
maka sebagaimana disampaikan oleh Irjend Depdiknas, Muljani A. Nurhadi,
Dewan Sekolah di daerah memiliki fungsionalisasi yang sangat urgen: 1.
Mendorong melakukan pemberdayaan masyarakat, 2. Menumbuhkan prakarsa dan
kreativitas, dan 3. Mendorong peningkatan peran serta masyarakat dan
pengembangan peran serta fungsi DPRD. Dewan sekolah inilah, yang
memiliki kewenangan penuh untuk menentukan berbagai kebijakan yang
menyangkut soal pendidikan.
Karena itu, pemerintah daerah harus consern terhadap komitmen
pendidikan nasional. Terlebih bagaimana otonomisasi pendidikan di daerah
mampu menerjemahkan hasil Konespi IV 2000, yang menghasilkan agenda
penting berkaitan dengan pendidikan nasional yang dikenal dengan Agenda
Jakarta 2000.
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia, pada bulan September yang
lalu di Jakarta, dihadiri oleh 1.112 orang peserta dari seluruh
Indonesia dan merumuskan apa yang disebut dengan Agenda Jakarta 2000,
mengamanatkan pentingnya “reformasi” pendidikan. Lima agenda pokok yang
penting disoroti, berkaitan dengan pembenahan manajemen sekolah dan
otonomi daerah adalah 1. Menempatkan pendidikan senantiasa sebagai
prioritas pembangunan bangsa menuju Indonesia baru, 2. Mendorong agar
pendidikan menjadi salah satu sentral utama reformasi nasional, 3.
Menata kembali sistem manajemen pendidikan nasional, untuk mendukung
pelaksanaan otonomi daerah, pemberdayaan sekolah sebagai pusat
pemberdayaan, dan pendidikan berbasis masyarakat, 4. Mewujudkan
reformasi pendidikan, nilai-nilai keadilan, demokratisasi, keberpihakan
kepada rakyat banyak, dan pluralisme bangsa Indonesia sebagai landasan
bersama, 5. Membumikan nilai-nilai keagamaan. Menumbuhkembangkan budi
pekerti dan nasionalisme, melalui pendidikan sebagai sarana untuk
membangun bangsa yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
bermoral, dan santun serta memiliki komitmen kebangsaan yang kokoh.
Isyarat Kewenangan Daerah dalam Pendidikan
Kewenangan Dati II dalam otonomisasi pendidikan sangatlah luas.
Sebagaimana masukan yang dikonsep oleh Depdiknas, kini sedang
disosialisasikan secara umum terklasifikasi menjadi empat: 1. Kewenangan
dalam perencanaan, 2. Kewenangan dalam pelaksanaan pendidikan, 3.
Kewenangan dalam melakukan pengawasan pendidikan, 4. Kewenangan dalam
melakukan evaluasi pendidikan. Kewenangan itu menyangkut teknik, konsep,
pelaksanaan, sarana prasarana, akreditasi dan lain sebagainya. Pendek
kata, Dati II telah menjadi “kerajaan kecil” yang memiliki otonomisasi
yang sangat luas.
Kewenangan daerah dalam perencanaan pendidikan mencakup
persoalan-persoalan seperti: 1. Menyusun dan menetapkan petunjuk
pelaksanaan pengelolaan TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK (kemudian disingkat
institusi pendidikan), 2. Menetapkan kurikulum muatan lokal lembaga
pendidikan, berdasarkan kurikulum nasional yang telah diterapkan
pemerintah, 3. Menetapkan pentunjuk pelaksanaan kalender pendidikan dan
jumlah jam belajar efektif lembaga pendidikan, 4. Menyusun rencana dan
melaksanakan pengadaan, pendistribusian, pendayagunaan, dan perawatan
sarana prasarana termasuk pembangunan infrastruktur lembaga pendidikan,
5. Menyusun petunjuk pelaksanaan kegiatan siswa di lembaga pendidikan,
6. Menetapkan kebijakan pelaksanaan penerimaan siswa baru, 7.
Mengembangkan petunjuk pelaksanaan pengelolaan pendidikan di sekolah, 8.
Merencanakan kebutuhan, pengadaan, dan menempatkan tenaga kependidikan
di lembaga pendidikan, 9. Menetapkan petunjuk pelaksanaan penilaian
hasil belajar, 10. Menetapkan petunjuk pelaksanaan penerimaan siswa, 11.
Menetapkan petunjuk pelaksanaan pembiayaan pendidikan dan mempersiapkan
alokasi biaya pendidikan, agar mendapat prioritas pembiayaan. Semua
kewenangan perencanaan ini, didasarkan pada pedoman yang telah
ditetapkan oleh pemerintah.
Kemudian kewenangan daerah dalam hal pelaksanaan pendidikan, mencakup
persoalan-persoalan: 1. Melaksanakan kurikulum nasional, 2.
Mengembangkan standar kompetensi siswa, 3. Mengadakan blangko STTB dan
Danem lembaga pendidikan di kabupaten, 4. Mengadakan buku pelajaran
pokok dan buku lain yang diperlukan oleh lembaga pendidikan, 5.
Melaksanaan pembinaan kegiatan siswa, 6. Melaksanaan program kerja sama
luar negeri, di bidang pendidikan dasar dan menengah, 7. Membina
pengelolaan lembaga pendidikan, termasuk sekolah di daerah terpencil,
sekolah terbuka, sekolah rintisan/unggulan, dan sekolah yang terkena
musibah/bencana alam, 8. Menetapkan dan membantu kebutuhan sarana dan
prasarana belajar jarak jauh, 9. Memfasilitasi peran serta masyarakat di
bidang pendidikan, 10. Melaksanakan mutasi tenaga kependidikan, 11.
Mendayagunakan program teknologi komunikasi untuk pengelolaan
pendidikan, 12. Melaksanakan inovasi pendidikan di kabupaten/kota,
berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
Sedangkan kewenangan daerah berkaitan dengan aktivitas evaluasi,
mencakup: 1. Melaksanakan evaluasi hasil belajar tahap akhir di
lingkungan lembaga pendidikan, 2. Memantau dan mengevaluasi penggunaan
sarana dan prasarana pendidikan, 3. Memantau dan mengevaluasi kegiatan
siswa, 4. Merencanakan dan menetapkan pendirian dan penutupan lembaga
pendidikan, 5. Melaksanakan akreditasi terhadap lembaga pendidikan, 6.
Melaksanakan monitoring dan evaluasi kinerja lembaga pendidikan, 7.
Mengembangkan soal ujian/penilaian hasil belajar sesuai kurikulum muatan
lokal di kabupaten/kota berdasarkan pedoman yang ditetapkan pemerintah.
(bersambung)
*) Penulis adalah Dosen STKIP PGRI Ponorogo, Mahasiswa Pasca Sarjana UNS Surakarta.
Dijumput dari: http://sastra-indonesia.com/2013/03/pendidikan-dalam-bingkai-otonomi-daerah-1/
Jumat, 22 Maret 2013
Pendidikan dalam Bingkai Otonomi Daerah (1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
Afifah W. Zhafira
Afifah Wahda Tyas Pramudita
Andry Deblenk
Anugerah Ronggowarsito
Apresiasi Prosa (Mencari Nilai. Memahami Fiksi)
Apresiasi Puisi (Memahami Isi Mengolah Hati)
Berita
Budaya
Cara Mudah PTK (Mencari Akar Sukses Belajar)
Catatan
Cerpen
Cover Buku
Djoko Saryono
Esai
Filsafat Ilmu
Gatra
Gerakan Literasi Nasional
Gufron Ali Ibrahim
Happy Susanto
Inspiring Writer (Rahasia Sukses Para Penulis Inspirasi untuk Calon Penulis)
Jurnalistik 2 (Kiat Menulis Resensi. Feature dan Komoditas Lainnya)
Jurnalistik Plus 1 (Kiat Merentas Media dengan Ceria)
Kajian Prosa (Kiat Menyisir Dunia Prosa)
Kajian Puisi (Teori dan Aplikasinya)
Karya Darma
Kasnadi
Kliping
Kompas
Literasi
Literasi Budaya
Majalah Dinamika PGRI
Makam Sunan Drajat
Masuki M. Astro
Memasak
Menemukan Profesi dengan Mahir Berbahasa
Menulis Kreatif (Kiat Cepat Menulis Puisi dan Cerpen)
Merdeka
Mesin Ketik
Metafora Kemahiran Menulis
Nur Wachid
Nurel Javissyarqi
Obrolan
Orasi Ilmiah
Ponorogo Pos
Prof Dr Soediro Satoto
Puisi
Radar Madiun
Resensi
S. Tedjo Kusumo
Sajak
Sapta Arif Nurwahyudin
Sekolah Literasi Gratis
Senarai Motivasi
Senarai Pemikiran Sutejo (Menyisir Untaian Kata. Menemukan Dawai Makna)
Seputar Ponorogo
Sidik Sunaryo
SMA 1 Badegan Ponorogo
Soediro Satoto
Solopos
Sosiologi Sastra (Menguak Dimensionalitas Sosial dalam Sastra)
Spectrum Center
Stilistika (Teori. Aplikasi dan Alternatif Pembelajarannya)
STKIP PGRI Ponorogo
Suara Karya
Sugiyanto
Sujarwoko
Sumarlam
SuperCamp HMP 2017
Surabaya Post
Surya
Sutejo
Suwardi Endraswara
Swadesi
Teknik Kreativitas Pembelajaran
Tengsoe Tjahjono
Tri Andhi S
Wisata
Workshop Entrepreneurship
Workshop Essay Budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar