Rabu, 03 Oktober 2018

Nenek yang Perawan

Cerpen: S. Tedjo Kusumo

Rasanya bagaimana tidak menikah, Nek? Tanyaku memberanikan diri saat itu. Satu diantara empat nenek-kakekku memang belum menikah. Dia diam. Marah. Sorot matanya tiba-tuba bercerita tentang duka-dupa. Luka menganga dari bibirnya yang merah kecokelatan bekas susur. Aku takut dan merasa bersalah.

"Maafkan, Mbah." pintaku. Mbah Sami tetap diam. Aku jadi terbawa emosi. Aku temukan rentetan embun yang menggigil. Ada mendung tebal di langit hatinya. Dia mematung. Memunguti sisa ingatannya yang kelam. "Bukan maksudku menyakitimu, Mbah! Aku ..." Kalimatku terputus. Dia tiba-tiba memandangku lekat. Sorot matanya berubah. "Kenapa terhenti?" Aku menggeleng.
Di desa itu, tempat tinggal Mbah Sami ternyata ada tujuh nenek yang tidak menikah. Itu kutahu, usai Mbah Sami bercerita, "Ceritanya panjang, Le. Dulu, di desa ini ada lelaki yang suka mempermainkan wanita. Enam wanita telah menjadi korbannya. Mereka ada yang harus menjadi ibu tanpa status bersuami. Ada pula yang menggugurkan kandungannya. Ada yang kehilangan kegadisannya."
"Lantas?" tanyaku. Dia terdiam dalam. "Nenek juga jadi korban?" Dia hanya menggeleng. Aku mengira, nenek juga perempuan yang jadi korban.
"Lalu?"
"Dia sempat akan memperkosaku. Karena bujukannya kutolak?" Nenek terdiam sejenak. Tiba-tiba menangis.
"Memangnya, ada apa Nek?"
"Aku berlari ke dapur, lelaki itu mengejar, aku ambil pisau dapur. Ketika dia memaksa mendekat, aku tusukkan di ulu hatinya."
Aku gemetar. Merinding. Nenek menangis.
***
Mbah Sami, ya begitulah aku mengenalnya. Tak pernah kubayangkan dia punya pengalaman dramatik. Usai dihukum beberapa tahun, dia kehilangan gairah untuk menikah. Dia hanya ingin sebenarnya, lelaki macam itu tidak memakan banyak korban. Enam gadis desa tentu bukan jumlah yang kecil. Begitulah cerita Mbah Sami selanjutnya, pada suatu malam ketika hujan rintik. Saat hujan itulah, ia selalu ingat kala tak sengaja membunuh Mursodot, lelaki yang telah menebar onar kebencian para gadis di desanya.
(bersambung)
Cerita ini hanya fiksi belaka, tapi diilhami oleh kepergian nenekku beberapa tahun lalu yang masih perawan (Jatirogo, 2010)
22.49

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

Afifah W. Zhafira Afifah Wahda Tyas Pramudita Andry Deblenk Anugerah Ronggowarsito Apresiasi Prosa (Mencari Nilai. Memahami Fiksi) Apresiasi Puisi (Memahami Isi Mengolah Hati) Berita Budaya Cara Mudah PTK (Mencari Akar Sukses Belajar) Catatan Cerpen Cover Buku Djoko Saryono Esai Filsafat Ilmu Gatra Gerakan Literasi Nasional Gufron Ali Ibrahim Happy Susanto Inspiring Writer (Rahasia Sukses Para Penulis Inspirasi untuk Calon Penulis) Jurnalistik 2 (Kiat Menulis Resensi. Feature dan Komoditas Lainnya) Jurnalistik Plus 1 (Kiat Merentas Media dengan Ceria) Kajian Prosa (Kiat Menyisir Dunia Prosa) Kajian Puisi (Teori dan Aplikasinya) Karya Darma Kasnadi Kliping Kompas Literasi Literasi Budaya Majalah Dinamika PGRI Makam Sunan Drajat Masuki M. Astro Memasak Menemukan Profesi dengan Mahir Berbahasa Menulis Kreatif (Kiat Cepat Menulis Puisi dan Cerpen) Merdeka Mesin Ketik Metafora Kemahiran Menulis Nur Wachid Nurel Javissyarqi Obrolan Orasi Ilmiah Ponorogo Pos Prof Dr Soediro Satoto Puisi Radar Madiun Resensi S. Tedjo Kusumo SMA 1 Badegan Ponorogo STKIP PGRI Ponorogo Sajak Sapta Arif Nurwahyudin Sekolah Literasi Gratis Senarai Motivasi Senarai Pemikiran Sutejo (Menyisir Untaian Kata. Menemukan Dawai Makna) Seputar Ponorogo Sidik Sunaryo Soediro Satoto Solopos Sosiologi Sastra (Menguak Dimensionalitas Sosial dalam Sastra) Spectrum Center Stilistika (Teori. Aplikasi dan Alternatif Pembelajarannya) Suara Karya Sugiyanto Sujarwoko Sumarlam SuperCamp HMP 2017 Surabaya Post Surya Sutejo Suwardi Endraswara Swadesi Teknik Kreativitas Pembelajaran Tengsoe Tjahjono Tri Andhi S Wisata Workshop Entrepreneurship Workshop Essay Budaya

Sutejo, Sang Motivator

Maman S Mahayana, Sutejo, Kasnadi di Jakarta

Sutejo & Hamsad Rangkuti di Jakarta

Sutejo dan Danarto di Jakarta

Maman S Mahayana di STKIP PGRI Ponorogo