Cerpen: S. Tedjo Kusumo
Rasanya bagaimana tidak menikah, Nek? Tanyaku memberanikan diri saat itu. Satu diantara empat nenek-kakekku memang belum menikah. Dia diam. Marah. Sorot matanya tiba-tuba bercerita tentang duka-dupa. Luka menganga dari bibirnya yang merah kecokelatan bekas susur. Aku takut dan merasa bersalah.
"Maafkan, Mbah." pintaku. Mbah Sami tetap diam. Aku jadi terbawa emosi. Aku temukan rentetan embun yang menggigil. Ada mendung tebal di langit hatinya. Dia mematung. Memunguti sisa ingatannya yang kelam. "Bukan maksudku menyakitimu, Mbah! Aku ..." Kalimatku terputus. Dia tiba-tiba memandangku lekat. Sorot matanya berubah. "Kenapa terhenti?" Aku menggeleng.
Di desa itu, tempat tinggal Mbah Sami ternyata ada tujuh nenek yang tidak menikah. Itu kutahu, usai Mbah Sami bercerita, "Ceritanya panjang, Le. Dulu, di desa ini ada lelaki yang suka mempermainkan wanita. Enam wanita telah menjadi korbannya. Mereka ada yang harus menjadi ibu tanpa status bersuami. Ada pula yang menggugurkan kandungannya. Ada yang kehilangan kegadisannya."
"Lantas?" tanyaku. Dia terdiam dalam. "Nenek juga jadi korban?" Dia hanya menggeleng. Aku mengira, nenek juga perempuan yang jadi korban.
"Lantas?" tanyaku. Dia terdiam dalam. "Nenek juga jadi korban?" Dia hanya menggeleng. Aku mengira, nenek juga perempuan yang jadi korban.
"Lalu?"
"Dia sempat akan memperkosaku. Karena bujukannya kutolak?" Nenek terdiam sejenak. Tiba-tiba menangis.
"Memangnya, ada apa Nek?"
"Aku berlari ke dapur, lelaki itu mengejar, aku ambil pisau dapur. Ketika dia memaksa mendekat, aku tusukkan di ulu hatinya."
Aku gemetar. Merinding. Nenek menangis.
***
"Dia sempat akan memperkosaku. Karena bujukannya kutolak?" Nenek terdiam sejenak. Tiba-tiba menangis.
"Memangnya, ada apa Nek?"
"Aku berlari ke dapur, lelaki itu mengejar, aku ambil pisau dapur. Ketika dia memaksa mendekat, aku tusukkan di ulu hatinya."
Aku gemetar. Merinding. Nenek menangis.
***
Mbah Sami, ya begitulah aku mengenalnya. Tak pernah kubayangkan dia punya pengalaman dramatik. Usai dihukum beberapa tahun, dia kehilangan gairah untuk menikah. Dia hanya ingin sebenarnya, lelaki macam itu tidak memakan banyak korban. Enam gadis desa tentu bukan jumlah yang kecil. Begitulah cerita Mbah Sami selanjutnya, pada suatu malam ketika hujan rintik. Saat hujan itulah, ia selalu ingat kala tak sengaja membunuh Mursodot, lelaki yang telah menebar onar kebencian para gadis di desanya.
(bersambung)
Cerita ini hanya fiksi belaka, tapi diilhami oleh kepergian nenekku beberapa tahun lalu yang masih perawan (Jatirogo, 2010)
Cerita ini hanya fiksi belaka, tapi diilhami oleh kepergian nenekku beberapa tahun lalu yang masih perawan (Jatirogo, 2010)
22.49
Tidak ada komentar:
Posting Komentar