Much Khoiri, dua hari lalu jadi tamu istimewa di Rumah Buku Spectrum. Berbagi derita juang menulis era 1980-an dengan semangat berlipat. Mesin ketik, koran cetak, pos biasa, faximel, dan wesel klasik adalah materi yang nyaris tak sambung dengan teman yang menulis era 2017-an. Hehe.
Belajar menulis butuh proses. Penulis adalah hasil proses. Begitu panjang waktu, dan waktulah yang akan jadi saksi abadi. Penulis wajib bisa jual buku, katanya. Saya sangat setuju, bukan saja bisa menuliskannya. Akan jadi indah, jika bisa juga melatihkannya. Ketiganya akan jadi trisula senjata seorang penulis.
Pukul 11.30 malam baru kembali ke Unida Gontor, di sela beliau melatih menulis. Hampir tiga jam kami diskusi dan diakhiri dengan foto sederhana. Jejak pikiran Emco, begitulah ia dipanggil, masih banyak tersisa. Paling tidak tentang: (1) pentingnya membaca bagi penulis, (2) pentingnya bahasa asing bagi penulis (contoh hebat adalah mbak Sirikit Syah), (3) menulis butuh disiplin, (4) menulis setiap hari, (5) disertasi wajib jadi buku, dan (6) tulisan harus efektif dan efisien dalam mengungksnnya.
Terima kasih Pak Emco, Sri Wahyuni Larasati, Suci Ayu Latifah, dan Iin Risma adalah tiga gadis kultural yang bercita besar mengubah takdir dengan literasi baca tulis. Mereka bergerak cepat. Termasuk gadis cantikku, Afifah Wahda (tidak ada difoto) juga berjuang meningkatkan profesi ke depannya dengan dunia tulis.
Salam dan hormat kami Pak Emco.
20.58 26 / Juli 2018
20.58 26 / Juli 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar