Minggu, 17 Februari 2013

Memahami Krisis dengan Kritis

Judul buku: Soeharto, Menjaring Matahari: Tariku-ulur Reformasi Ekonomi Orde Baru Pasca 1980
Pengarang: Zaim Saidi
Penerbit: Penerbit Mizan, Juli 1998
Tebal: 240 halaman
Peresensi: Sutejo
Kompas, 25 Okt  1998

REZIM Orde Baru, kata Richard Robinson, adalah sebuah rezim unik, yang tak pas dimasukkan dalam ketegori rezim politik/Negara tertentu sebagaimana lazim dipakai dalam  khasanah ilmu politik (hlm. 52).

Generalisasi ini muncul barangkali karena ‘’unik’’-nya iklim dan sistem Ode Baru. Republik tapi bersifat keratonis, kata Emha Ainun Nadjib. Negera demokrasi, tapi ‘’seolah-olah’’, kata Romo Mangun (Forum, edisi khusus Agustus 1997: 18).

Membaca kritis buku ini, sampailah pada karakteristik Orde Baru yang rentan, karena tersusun oleh komponen sistem yang korporatis (negara), dirigistik, patrimonialistik, dan ‘’kakaenistik’’.

Kalau korporatisme dalam mediasi Philipp C. Schmitter  adalah sebuah sistem perwakilan kepentingan di mana satuan-satuan konstituennya diorganisir ke dalam kategori-kategori yang terbatas dan bersifat tunggal, wajib, tersusun dalam hirarki yang tidak saling bersaing dan dibedakan secara fungsional, yang diakui dan diberi izin oleh negara, dan diberi hak monopoli untuk mewakili kepentingan dalam kategori masing-masing yang merupakan imbalan atas kepatuhan pada pengendalian tertentu dalam pemilihan pemimpin mereka, dan dalam artikulasi tuntutan dan dukungan mereka (hlm. 53); maka ciri korporatis ini, tentu, pada kasus Indonesia (Orde Baru) terpotret jelas dalam pewadahan tunggal macam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan seterusnya.

Karena itu, korporatisme dalam konteks Orde Baru -kata Mochtar Mas’ud dan Richard Robinson- adalah semacam upaya negara untuk membentuk alat pengendali dan pendisiplinan sosial daripada menciptakan sistem dan mekanisme kerja perwakilan kepentingan secara independen.

Ciri pertama inilah yang kemudian melahirkan ciri kedua: dirigisme. Sebuah kecenderungan negara untuk melakukan intervensi pada pengelolaan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan maupun ekonomi (hlm. 54).

Ciri kental Orde Baru yang lain adalah apa yang disebut dengan peran kelompok (politik?) sebagai ‘’urutan kedua’’ (istilah Zaim Saidi) atau dalam bahasa William Liddle sebagai ‘’partisipasi antisipatif’’ dengan Soeharto berada di puncaknya (hlm. 56).

Sistem politik dengan ‘’piramida berujung lancip’’ inilah yang sebenarnya yang pernah dikhawatirkan Adam Schwartz lewat A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s (1994), karena Orde Baru -yang tak mempunyai kepatutan berpolitik-  ternyata mengebiri hak sosial rakyat dan individu dalam berdemokrasi.

Problem terbesar kini, bagaimana mengubah image koporatisme, dirigisme, dan patrimonalisme itu yang telah berurat-berakar di tengah tumbangnya ‘’Sang Manusia Super’’. Satu ‘’PR’’ raksasa bagi pemerintah transisi (Habibie), atau pemerintahan baru nantinya, adalah menyadari pentingnya perencanaan arif di tengah tangis perih masyarakat Indonesia.

Mengapa kita terkesan sulit lepas dari krisis? Barangkali jawabannya adalah karena keroposnya fundamental ekonomi yang korporatistik, dirigistik, dan patrimonialistik. Di samping itu juga karena ada kelompok ‘’kakaenistik’’, yang memiliki senjata mematikan bagi multikebijaksanaan ekonomi pemerintah, yang tak henti memburu proteksi untuk kepentingan sendiri (hlm. 62).

Faktor paling belakang inilah yang kabarnya paling banyak berkepentingan dnegan utang luar negeri, dan karenanya menjadi bahan peledak reformasi yang menumbangkan rezim yang sudah terbangun selama 32 tahun. Apa boleh buat. Keberhasilan ekonomi dengan pertumbuhan tinggi -istilah Mardani (Suara-suara Perih Masyarakat Indonesia, Mizan, 1998: 205) yang mengutamakan usaha dengan skala besar— justru mengundang badai ekonomi yang menerpa rumah-rumah rakyat (!).
***

Secara komprehensif, buku Soeharto Menjaring Matahari ini memang sangat menarik. Sebuah buku yang membedah karakteristik rezim Orde Baru, berbagai policy-nya ketika menghadapi krisis era 80-an, paket-paket reformasi yang berjalan sukses di tengah resesi global, dan bagimana manajemen Soeharto dalam mengakomodasikan ‘’politik’’ kepentingan antara kaum ‘’teknokrat-Amerikanis’’, ‘’nasionalis-proteksionis-merkantilistik’’, dan kaum ‘’politisi imperium Soeharto’’ yang berorientasi pada pelanggengan bisnis buat pendukung-pendukung Orde Baru.

Namun, seperti sebuah permainan yang antiklimaks, komponen policy yang telah terajut berkelindan untuk menyongsong perdagangan global, ternyata pada sebuah titik mewariskan ‘’satu pintu’’ rawan yang bernama ‘’limbah kakaenisme’’ . Karena itu meminjam simbolisasi penyanyi liris  (Ebiet G Ade), ibarat menjaring matahari. Panas setahun terhapus oleh hujan sehari, kata peribahasa. Segala upaya reformasi ketika itu, sekali lagi, menjadi perbuatan yang sia-sia (hlm. 171).

Lewat investigasi yang dalam –baik teoritis maupun analisis praktis­-buku ini melontarkan meditasi berpikir yang tegas. Utamanya soal Habibie sebagai kader ‘’nasionalis-proteksionis-merkantilistik’’ Soeharto, yang perlu menelurkan ‘’kiat baru’’ dalam menghadapi akumulasi krisis dengan melepaskan kelemahan-kelemahan seperti manajemen KKN dan ‘’pembudidayaan  korupsi’’ melalui keran-keran pejabat.
Siapa pun kita -dengan hati jernih- perlu membaca buku ini.

*) Sutejo atau S.Tedjo Kusumo, dosen Kopertis VII Surabaya, tinggal di Ponorogo.
Dijumput dari:  http://sastra-indonesia.com/2012/12/memahami-krisis-dengan-kritis/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

Afifah W. Zhafira Afifah Wahda Tyas Pramudita Andry Deblenk Anugerah Ronggowarsito Apresiasi Prosa (Mencari Nilai. Memahami Fiksi) Apresiasi Puisi (Memahami Isi Mengolah Hati) Berita Budaya Cara Mudah PTK (Mencari Akar Sukses Belajar) Catatan Cerpen Cover Buku Djoko Saryono Esai Filsafat Ilmu Gatra Gerakan Literasi Nasional Gufron Ali Ibrahim Happy Susanto Inspiring Writer (Rahasia Sukses Para Penulis Inspirasi untuk Calon Penulis) Jurnalistik 2 (Kiat Menulis Resensi. Feature dan Komoditas Lainnya) Jurnalistik Plus 1 (Kiat Merentas Media dengan Ceria) Kajian Prosa (Kiat Menyisir Dunia Prosa) Kajian Puisi (Teori dan Aplikasinya) Karya Darma Kasnadi Kliping Kompas Literasi Literasi Budaya Majalah Dinamika PGRI Makam Sunan Drajat Masuki M. Astro Memasak Menemukan Profesi dengan Mahir Berbahasa Menulis Kreatif (Kiat Cepat Menulis Puisi dan Cerpen) Merdeka Mesin Ketik Metafora Kemahiran Menulis Nur Wachid Nurel Javissyarqi Obrolan Orasi Ilmiah Ponorogo Pos Prof Dr Soediro Satoto Puisi Radar Madiun Resensi S. Tedjo Kusumo SMA 1 Badegan Ponorogo STKIP PGRI Ponorogo Sajak Sapta Arif Nurwahyudin Sekolah Literasi Gratis Senarai Motivasi Senarai Pemikiran Sutejo (Menyisir Untaian Kata. Menemukan Dawai Makna) Seputar Ponorogo Sidik Sunaryo Soediro Satoto Solopos Sosiologi Sastra (Menguak Dimensionalitas Sosial dalam Sastra) Spectrum Center Stilistika (Teori. Aplikasi dan Alternatif Pembelajarannya) Suara Karya Sugiyanto Sujarwoko Sumarlam SuperCamp HMP 2017 Surabaya Post Surya Sutejo Suwardi Endraswara Swadesi Teknik Kreativitas Pembelajaran Tengsoe Tjahjono Tri Andhi S Wisata Workshop Entrepreneurship Workshop Essay Budaya

Sutejo, Sang Motivator

Maman S Mahayana, Sutejo, Kasnadi di Jakarta

Sutejo & Hamsad Rangkuti di Jakarta

Sutejo dan Danarto di Jakarta

Maman S Mahayana di STKIP PGRI Ponorogo