Sutejo
Rindu, katamu.
Seperti semula, aku begitu sulit mengingat Ponorogo, apalagi melupakannya. Rinduku pada Ponorogo adalah rindu pepasar tradisional yang kental dengan aroma desa. Rona desa seribu kisah di dalamnya. Rerona dan mewarna.
Seperti semula, aku begitu sulit mengingat Ponorogo, apalagi melupakannya. Rinduku pada Ponorogo adalah rindu pepasar tradisional yang kental dengan aroma desa. Rona desa seribu kisah di dalamnya. Rerona dan mewarna.
Rinduku pada Ponorogo adalah rindu riuh terminal yang banal dan nakal. Geliat dan muslihat di mana-mana, ke mana-mana. Aku belajar menulis puisi tentangnya, selalu gagal. Terminal menyimpan seribu kisah mendesah, seribu cerita luka, dan seribu elegi puisi.
Rinduku pada Ponorogo adalah rindu pada surau kecil. Rindu akan guru ngaji berhati melati. Rindu bercinta dengan mitos-mitos desa dan kota, berjalan beriringan, kadang bersimpangan. Rindu menderu suara tadarusku bersamamu, ya kamu. Menjiwa.
17.26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar