Rabu, 03 Oktober 2018

Sewindu Merindu

(Ending): bersambung dengan sebelumnya
Cerpen: S. Tedjo Kusumo

Langit gemetar. Perempuan berambut hitam, mata tajam, dan hidung mancung itu terdiam. Ia menghitung waktu. Mundur. Jari-jari waktu seperti menguliti tubuh kenangannya saat masih bersama kekasihnya. Seminggu, sebulan, setahun, dan --bahkan sewindu sudah--.

Jaket dengan aroma kemerahan, sisi kiri kanannya kotak-kotak, celana jean biru, dan kaos putih tulang bergalur sketsa adalah saksi sewindu sudah kenangan itu tak bisa ditimang. Kekasihnya hilang menyisakan bayang. Tepat sewindu sudah pengkianatan terbesar lelaki yang pernah berjanji akan menjadikannya ibu dari anak-anaknya, meninggalkannya. Sewindu pula ia menemukan lelaki lugu yang tak pernah mudah berjanji tetapi perhatian, kepedulian, kerelaan, dan pengorbanannya melampaui kekasihnya. Lelaki itu nyaris tanpa nafsu dan --tiba-tiba rasa memiliki, takut kehilangan, dan cemburu-- silih berganti, saling silang melintas di kepalanya. Ia bermimpi menukar kenangan buruk tentang lelaki dengan lelaki suci yang kini jadi penguasa taman imajinasinya.
Malam datang lebih lama. Tak seperti biasanya, perempuan itu tiba-tiba membaca tartil tubuhnya untuk dipersembahkan --entah pada waktunya-- kepada lelaki yang kini telah menjadi penguasa pikiran, rasa, hati, dan jiwanya. Dia tersiksa olehnya, tapi ia pula bahagia dengannya.
"Malam, mengapa lelaki itu menjadi sihir dalam taman sepiku? Mengapa pula, penyair itu tiba-tiba telah menyihir dengan selusin kata tetapi merupa ribuan imajinasi makna?" Akunya dengan penuh tanya. Malam diam. Sewindu sudah perempuan itu menunggu dan sewindu pula kenangan buruk tentang kekasihnya saling bertemu. Dan, sewindu, dua windu, tiga windu, empat windu sudah dia merawat mimpinya untuk bisa bertemu dengan sihir penyair itu. Sia-sia tapi bahagia.
Dia terpatuk oleh masa lalu, ia bertekuk lutut pada setia jiwanya pada lelaki yang kini telah mewariskan buah kasih: Sindu Pratama, Windu Kinanti, dan Pandu Jiwa. Trisula buah cinta itu yang menguatkannya kala tersihir oleh kata penyair, terjerat oleh kenangan yang mewindu. (*)
06.33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

Afifah W. Zhafira Afifah Wahda Tyas Pramudita Andry Deblenk Anugerah Ronggowarsito Apresiasi Prosa (Mencari Nilai. Memahami Fiksi) Apresiasi Puisi (Memahami Isi Mengolah Hati) Berita Budaya Cara Mudah PTK (Mencari Akar Sukses Belajar) Catatan Cerpen Cover Buku Djoko Saryono Esai Filsafat Ilmu Gatra Gerakan Literasi Nasional Gufron Ali Ibrahim Happy Susanto Inspiring Writer (Rahasia Sukses Para Penulis Inspirasi untuk Calon Penulis) Jurnalistik 2 (Kiat Menulis Resensi. Feature dan Komoditas Lainnya) Jurnalistik Plus 1 (Kiat Merentas Media dengan Ceria) Kajian Prosa (Kiat Menyisir Dunia Prosa) Kajian Puisi (Teori dan Aplikasinya) Karya Darma Kasnadi Kliping Kompas Literasi Literasi Budaya Majalah Dinamika PGRI Makam Sunan Drajat Masuki M. Astro Memasak Menemukan Profesi dengan Mahir Berbahasa Menulis Kreatif (Kiat Cepat Menulis Puisi dan Cerpen) Merdeka Mesin Ketik Metafora Kemahiran Menulis Nur Wachid Nurel Javissyarqi Obrolan Orasi Ilmiah Ponorogo Pos Prof Dr Soediro Satoto Puisi Radar Madiun Resensi S. Tedjo Kusumo SMA 1 Badegan Ponorogo STKIP PGRI Ponorogo Sajak Sapta Arif Nurwahyudin Sekolah Literasi Gratis Senarai Motivasi Senarai Pemikiran Sutejo (Menyisir Untaian Kata. Menemukan Dawai Makna) Seputar Ponorogo Sidik Sunaryo Soediro Satoto Solopos Sosiologi Sastra (Menguak Dimensionalitas Sosial dalam Sastra) Spectrum Center Stilistika (Teori. Aplikasi dan Alternatif Pembelajarannya) Suara Karya Sugiyanto Sujarwoko Sumarlam SuperCamp HMP 2017 Surabaya Post Surya Sutejo Suwardi Endraswara Swadesi Teknik Kreativitas Pembelajaran Tengsoe Tjahjono Tri Andhi S Wisata Workshop Entrepreneurship Workshop Essay Budaya

Sutejo, Sang Motivator

Maman S Mahayana, Sutejo, Kasnadi di Jakarta

Sutejo & Hamsad Rangkuti di Jakarta

Sutejo dan Danarto di Jakarta

Maman S Mahayana di STKIP PGRI Ponorogo