Sutejo
"Ceritakanlah tentang kembara malammu, Ayah!" sentak anakku.
Kembara dalam dialog malam, adalah menikmati kembali dunia kopi dan kembul bujono. Serasa menemukan kembali "dunia yang selama ini hilang". Dunia santai dalam pagut dingin dengan hangat kopi, redup pikir, menyegarkan getar panas --yang melingkar-lingkar. Kau terpana, aku tergoda.
Butuh waktu kembali menemukan dunia merdeka setelah beberapa tahun terpasung. Hem. Aneh memang. Dunia terbalik. Pikiran kadang terbalik. Kembara bersama sepi adalah mantra jiwa. Juga, mata jiwa.
Sesungguhnya, waktu tak pernah menipu karena imajinasi saja dengan sudut waktu beda. Halusinasi dan ilusi itu butuh jarak hingga kita tak liuk menari bersama. Menjadi malam bukan karena gelap tetapi waktu yang berputar. Merindu siang tak harus membenci malam.
Dan, dialog malam ini, bersama guru sahabat menyentakkan betapa uniknya kehidupan pernikahan. Selalu jujur pada keadaan (melek kahanan) adalah kecerdasan khusus yang wajib dilatih. Hingga tak mengejutkan, apalagi menakutkan. Itulah anakku, pesan rileks dalam bincang yang sering menggoncang-goncang.
Sahabat saya itu, Anakku, merindui pertemuan yang lama hilang. Kangen. Seperti kendi yang belajar mengosongi dan mengisi. Tersuguh dalam gelas suci, penuh arti. Meliuk, melingkar, memutar, menukik, dan menggelitik tanpa tanda petik. Juga tanpa titik.
Sepak bola Jerman vs Korea terlupa oleh rindu cerita. Kangen menggoncang waktu. Senyum dan tawa kadang melintang tetapi kejut dan hanyut tak kalah menyulut. Mendiskusi cinta, pernikahan, selingkuh, kematian, sakit, riak dan gelombang perkawinan butuh kekokohan nahkoda dengan pengalaman dan jam terbang. Keluwesan sosial tingkat tinggi agar bisa melompat, menghindar, dan mengendalikan gelombang dengan matang.
Hem. Sahabatku ini memang hebat. Bisa mengelola marah dan rindu dalam senyum dan tatap mata. Menapaki sejarah waktu yang hampir 4 tahun adalah medan rindu dengan kumparan yang tak terhitung. Energi mengunci. Terpagut dan hanyut. Berkedut.
Kami berpisah Nak, karena sentilan waktu. Karena tubuh tak lagi muda maka pamit adalah cara untuk mendewasa dalam jarak usia. Dan inilah, tadarusku Anakku. Tak usah kau tanya, dimana atau kemana? Bukankah tempat menjadi tak begitu penting?
02.09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar