Sutejo
Filosofi memanjat adalah "jalan kenaikan". Mudah? Tidak. Seorang pemanjat ulung punya seribu cara, setangkup semangat, dan seperangkat mental yang cukup. Konstan? Tidak. Pastinya, tidak. Apa yang konstan di dalam hudup?
Pemanjat itu dibutuhkan kini. Di tengah prahara hedonisme kehidupan, pemanjat tetap bersemangat ingin mengibarkan bendera cinta di puncaknya. Cinta tak berharap balas. Cinta yang mencahaya. Cinta yang menggerakkan. Cinta yang menghidupkan.
Cinta yg benar butuh rasa sakit untuk memerjuangkannya. Cinta yangbhakiki adalah jalan terjal dalam menggapainya. Keduanya tergelar di hamparan cinta nafsu yang menggoda. Menjadi singa hutan yang menggelincirkan niat, semangat, wujud, laku, dan hakikat cinta.
Munajat cinta butuh terang jalan (tariq) beralas syariat cinta yang indah. Bibir hakikat cinta baru terjamah di jalan yang benar. Hakikat cinta adalah kemanusiaan, keharmonisan, kebajikan, pengasuhan untuk mencapai puncak. Perhatian, pengorbanan, pemeduliaan, pelindungan, kerelaan, dan pengasah-asih-asuhan pada pemanjat. Berat? Pasti.
Makrifat cinta tak mungkin tergapai jika masih ada hasrat, nafsu, pamrih, harap, puji, sanjung, kerling, hitung, dan seterusnya. Ridla, ikhlas, adalah akar pemanjatan. Terpeleset dan jatuh adalah biasa. Risiko wajar pembelajar yang siap memanjat.
23.40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar