Cerpen: S. Tedjo Kusumo
Anak pujan. Kau tak pernah memyang to menjadi anak pujan? Surati adalah anak pujan. Ia lahir berkat permohonan terhadap penghuni tempat wingit. Tak heran, Surati di masa bayi --sungguh mengalami berbagai keunikan. Sering rewel yang berlebihan, menangis tak keluar air mata, mata tajam aneh, keras kepala, dan beragam keunikan lainnya. Surati kecil menjadi anak manja, rewel, susah diatur, ....
Ketika dewasa, ia menjadi tak sempura. Mungkin itulah takdir. Jadi, godaan hidup bagi sepasang suami isteri yang dikaruniai anak. Bagi mereka, itulah langkah fatalis, sebagai pasangan yg lama menunggu. Di masyakat desa, yang jauh dari sarana modern, keyakunan pada hal gaib, menjadi kebiasaan. Mereka terasuh oleh alam. Berikut kerumitan dan keunikannya.
Menjadi penunggu pamujan desa adalah berat. Tidak saja dia harus paham budaya, adat, dan bahasa pamujan, tetapi juga mendampingi masyarakat. Tak jarang, diantara mereka yang menjadikannya Tuhan baru. Pemujaan baru. Padahal, mereka harus sadar bahwa pamujan hanyalah tempat biasa, sebagaimana lainnya. Tetapi, karena perlakuan mereka, pikiran, rasa, dan keyakinannya, yg menyebabkan menjadi begitu mstis dan magis.
Sebagai orang tua yang tak beruntung, merindu anak, bagi keluarga Semir da Silas, tempat itu telah membantunya. Sementara, duka pengiring dalam mengasuh, mendidik, dan membesarkannya, tak pernah mereka bayangkan. Mereka getun. Mengapa, anak semata wayangnya, terus menggoda. Sejak bayi, belia, hingga kini memasuki usia remaja. Kasiyem, anak semata wayangnya mudah jatuh cinta. Dia berganti-ganti pacar sesuai selera dan maunya. Dia tak pernah bayangkan, bagaimana masa depannya.
***
***
11.05
Bersambung
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar