Ceritakanlah kepadaku, tanya ibu dan ayah muda tentang resep bergerak. Hehe. Akhir-akhir ini, narasi berputar begitu banyak. Beragam. Pujian dan caci, sama saja, kataku memulai jawaban.
Dan, jika kau tanya tentang peran maka aku tak tahu, apakah peranku sebagai "solver" atau "problem". Sebagai si doif, kelemahan itu wajar. Banyak? Poll. Setidaknya, aku punya catatan hidup --karena terus belajar menulis--. Belajar hidup. Tumbuh. Berkembang.
Hati-hati berlaku berpikir (berlaku) hunusdzon karena ia beda tipis dengan kecerobohan, bahkan kebodohan. Sebaliknya, suudzon itu juga beda tipis dengan berpikir kritis, bahkan waspada. Paling tidak, itulah pesan Emha Ainun Nadjib.
Maka, aku dalam bergerak tak ambil pusing dengan dua hal itu. Dimensional dan hukum mata. Itu bisa terjadi karna tak menggunakan mata hati.
Sejauh aku dibuli, dihajar kata, dighibahi --sungguh tak mengurangi-- niat laku untuk berbuat. Hehe. Orang picik akan melihat perubahan kesulitan. Kebaikan dengan pamrih. Kesuksesan orang lain sebagai jalan menikung.
Sebaliknya, orang bijak tak harus --lembut, karena itu traumalah aku dengan filosofi "glembok solo". Hehe. Mari menjadi solver bukan revolver. Lihat dengan mata hati, sebab mata telanjang penuh bayang.
Silakan nista apa saja aku, selama tak menghina Pencipta aku. Hem. Jalan hidup itu memutar menaik, terjal dan berjurang, bertebing dan makadam. Silakan turun di jalan yang curam, hingga bisa rasakan liku naik turunnya.
Menjadi solver sangat berisiko. Gerak ubah itu butuh cara beda, keberanian, seperangkat mental positif, paket berpikir benar, dan setting gool yang benar pula. Melakukannya, sungguh bukan hal mudah. Sangat rumit, berat, dan melelahkan. Itu jika tanpa pasrah-ridlo diri. Hehe. Aku --sekali lagi: hanya menjadi pembelajar. Yang tak pernah henti belajar. Belajar terindah tentu adalah perbuatan, ya yang relatif baru. Sedikit dengan kreativitas. Secuil logika.
07.36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar