Cerpen: S. Tedjo Kusumo
Ada yang unik dari kuburan itu. Penjaganya perempuan. Makam itu khusus untuk perempuan. Rasanya, belum pernah ada makam dengan pertimbangan jenis kelamin perempuan. Mulanya, seperti biasa, sebagaimana makam umumnya. Itu bermula saat tiga puluh tahun yang lalu. Sejak itu, mayat laki-laki tak boleh dimakamkan di kuburan itu.
Beginilah, kisahnya sebagaimana diceritakan Nenek Karti, si penjaga makam yang sudah berusia 99 tahun.
Pada suatu malam, tepatnya malam Selasa Kliwon telah dimakamkan mayat seorang gadis. Usai pemakaman, sekira beberapa jam tersebar harum wangi yang aneh. Setiap orang yang lewat di makam itu terkejut. Harum bunga kamboja, bukan. Tetapi harum melati.
Setelah berlangsung beberapa hari, maka nenek Karti tak kuat menahan rasa penasarannya kemudian mendatangi keluarga duka. Alangkah terkejutnya ketika dia mendatangi orang tua mayat.
"Siapakah yang meninggal, Bapak?"
Lelaki yang disapa bapak belum menjawab. Dia selalu benci pada orang yang menanyakan tentang kematian anaknya. Pun, saat ditanya Nenek Karti, si penjaga makam, lelaki itu pun benci. Dia menahannya. Kepalanya nyaris pecah. Halilintar menyambar-nyambar hatinya.
Lelaki yang disapa bapak belum menjawab. Dia selalu benci pada orang yang menanyakan tentang kematian anaknya. Pun, saat ditanya Nenek Karti, si penjaga makam, lelaki itu pun benci. Dia menahannya. Kepalanya nyaris pecah. Halilintar menyambar-nyambar hatinya.
Lelaki itu marah. Sangat marah. Kehilangan anak gadis usia 17 tahun dengan kisah yang tragis. 35 hari kematiannya, bersembunyi di balik pencarian yang melelahkan. Lelaki itu mengitari banyak kota. Setiap hari. Dari polisi, kiai, sampai paranormal dia datangi untuk menemukan anak gadisnya.
"Katakan, Pak!" bujuk Nenek Karti. "Ceritakan perihal mayat gadis itu. Nenek itu sama sekali tidak tahu, jika mayat yang dimakamkan tiga hari lalu, telah mati 35 hari sebelum dimakamkan. Tidak ada bau busuk. Jasad tetap. Hanya memang, mayat gadis itu sempat dikubur di belakang rumah si pembunuh dengan kedalaman sekilan setelah diurug. Seorang gadis malang yang dibunuh sang pacar karena tak mau melayani nafsu bejatnya.
Padahal, si kekasih adalah kakak kelas yang pernah sama-sama mondok di sebuah pesantren. Dan, itulah yang paling membuat shok berat Ramelan, ayah gadis yang malang.
***
***
(bersambung)
diangkat dari kisah nyata, yang dialami teman dekat saya.
salut dan hormat atas ketabahanmu.
salut dan hormat atas ketabahanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar